HUBUNGAN Indonesia dan Malaysia kembali memanas beberapa waktu yang lalu. Pemicunya lagi-lagi
gara-gara Malaysia yang menggunakan kebudayaan Malaysia dalam iklan
pariwisatanya. Kali ini giliran tari Pendet yang digunakan sebagai iklan
Enigmatic Malaysia di Discovery Channel. Publik Indonesia langsung
panas melihat iklan ini. Apalagi ditambah media yang gencar mengekspos
berita ini. Memang iklan kali ini agak berbeda karena bukan dibuat
semacam Departemen Pariwisata Malaysia, melainkan oleh pihak Discovery
Channel. Dan mungkin itulah pula kenapa iklan itu bertajuk Enigmatic
Malaysia bukan Visit Malaysia seperti yang biasanya. Kalau diartikan
harfiyah Enigmatic Malaysia artinya ‘Malaysia yang Membingungkan‘.
Jadi sebenarnya rakyat Indonesia tidak perlu terlalu marah karena bisa
jadi sebenarnya iklan itu menunjukkan krisis identitas dalam kebudayaan
yang sedang dialami oleh Malaysia sehingga mengambil budaya-budaya
Indonesia:D
Berbicara mengenai konflik Indonesia
Malaysia, hal itu sudah lama terjadi bahkan ketika Malaysia baru
berdiri. Seperti yang kita tahu kemerdekaan Malaysia adalah ‘pemberian’
Inggris sebagai penjajahnya. Secara nama, Malaysia yang berasal dari
kata Malaya itu tentu saja logikanya jika akan dibuat Negara tentu ya
wilayah jajahan Inggris di Semenanjung Malaya. Pertamanya memang seperti
itu dan Indonesia tidak mempermasalahkan bedirinya Malyasia itu. Negara
Malaysia atau yang lebih tepatnya Federasi Malaysia adalah negara
federasi gabungan dari beberapa kerajaan local di wilayah Semenanjung
Malaysia. Kalimantan Utara yang terdiri dari tiga wilayah yaitu Sabah,
Sarawak dan Brunei tidak termasuk ke dalam wilayah Malaysia namun masih
tetap berupa koloni Inggris.
Namun
ternyata Inggris memepunyai rencana lain tentang Negara Malaysia.
Inggris hendak menggabungkan Kalimantan sebelah Utara bersama wilayah
Semenanjung Malaya dalam satu Negara bernama Malaysia. Terang saja
Soekarno selaku Presiden Indonesia saat itu sangat marah dan tidak
terima. Bukan masalah Kalimantan Utara yang tidak masuk wilayah
Indonesia itu tapi keberadaan Negara itu justru akan mengancam
kedaulatan Indonesia karena hanya merupakan boneka Inggris. Jika wilayah
Kalimantan Utara itu diisi Negara bentukan Inggris tentu peluang
Inggris menguasai Indonesia, terutama Kalimantan, sangat besar. Tinggal
lintas darat sudah sampai Kalimantan. Disamping itu semangat yang sedang
berkembang di dunia adalah anti neo imperialism dan neo kolonialisme
sedangkan penggabungan wilayah Inggris itu bisa dikatakan
neokolonialisme.
Soekarno tidak sembarangan beralasan
seperti itu karena fakta memang membuktikan demikian. Indonesia
mempunyai pengalaman yang tidak mengenakkan dengan percobaan
neokolonialisme. Saat sekutu datang ke Indonesia, yang saat itu
Indonesia sudah merdeka, dengan dalih melucuti Jepang ternyata sekutu
diboncengi Belanda yang ingin kembali menjajah Indonesia. Bukan tidak
mungkin kelak Negara Malaysia yang terletak di utara Kalimantan itu bisa
diboncengi kepentingan Inggris. Kalau sampai Federasi Malaysia dan
Kalimanan Utara bergabung tentu control Inggris di wilayah Asia Tenggara
itu bisa menjadi semakin kuat.
Dan
ternyata ketidaksetujuan penggabungan itu juga dirasakan oleh rakyat di
sekitar Kalimantan Utara itu. Mereka mempunyai alasan berbeda dengan
pemerintah Indonesia yang cenderung beralasan politik keamanan. Rakyat
Kalimantan Utara ingin membentuk Negara sendiri karena mereka merasa
berbeda baik secara ekonomi, politik, sejarah bahkan juga kebudayaan
dengan rakyat di Semenanjung Malaya. Ketidaksetujuan itulah yang
mengantarkan terjadinya peperangan diwilayah Kalimantan Utara sana.
Peperangan itu praktis bukan antara Indonesia melawan Malaysia, tapi
antara pasukan Tentara Nasional Kalimantan Utara (TNKU) melawan Tentara
Inggris baik dari Komando Timur Jauh maupun Brigade Gurkha
yang aslinya adalah orang-orang Nepal. Ketika ada segelintir TNI yang
terlibat itu bukan tindakan resmi pemerintah. Tentara Malaysia? Tidak
ada kabar dan semakin membuktikan bahwa Kalimantan Utara memang hanya
hendak dijadikan boneka Inggris.
Peperangan di wilayah Kalimantan Utara
itu terus berlangsung dengan tanpa keterlibatan pemerintah Indonesia
aktif secara resmi. Untuk mengatasi peperangan itu secara diplomasi,
para calon Negara-Negara anggota Malaysia dan pemerintah Indonesia serta
Filipina berunding di Manila 31 Juli 1963. Akhirnya dicapai kesepakatan
pembentukan Negara Malaysia baru itu boleh terjadi asalkan diadakan
referendum apakah wilayah yang disengketakan itu [Sabah, Sarawak,
Brunei] ingin bergabung dengan Malaysia atau tidak. Sayangnya ternyata
kesepakatan itu dikhianati oleh Malaysia yang secara sepihak menyatakan
bahwa calon Negara-Negara bagian yang ada, termasuk Sabah dan Sarawak ,
bergabung dengan Malaysia. 16 September 1963 dijadikan hari persatuan
mereka meskipun hari kemerdekaan tetap dianggap 31 Agustus 1957 saat
semenanjung Malaya dimerdekakan Inggris. Soekarno benar-benar marah atas
keputusan sepihak ini. Ketika Malaysia bergabung dengan PBB dan menjadi
anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB, Indonesiapun dibawa Soekarno
keluar dari PBB 7 Januari 1965.
Sementara Sabah Sarawak dinyatakan
bergabung dengan Malaysia, peperangan masih saja berlangsung di wilayah
itu. Peperangan itu juga disertai demonstrasi di masing-masing kedutaan.
Puncak peperangan itu adalah ketika terjadi serangan di wilayah Tebedu
[perbatasan Indonesia Malaysia]. Versi lain menyebutkan adanya
terjadinya perobekan foto Soekarno disertai diinjaknya Garuda Pancasila
oleh Tunku Abdul Rahman, PM Malaysia pada tanggal 18 September 1963 atau
dua hari setelah penggabungan itu. Meskipun tindakan itu dilakukan atas
paksaan demonstran namun Soekarno terlanjur marah dan Indonesia secara
resmi dan terbuka melakukan konfrontasi militer dengan Malaysia. Militer
Indonesia menyerang Kalimantan Utara dan Semenanjung Malaya dengan
slogan yang sangat terkenal bernama Ganyang Malaysia. Perseteruan dan konflik itu baru selesai setelah presiden Soekarno digantikan Soeharto sekitar tahun 1966.
Jadi sebenarnya konflik Indonesia
Malaysia boleh dibilang atas kuasa adu domba Inggris sekaligus terlalu
patuhnya Malaysia pada Inggris. Soekarno sama sekali tidak ingin
menganeksasi Sabah Sarawak [Kalimantan Utara] sebagai bagian dari Negara
Indonesia. Ketidaksetujuan penggabungan Sabah Sarawak menjadi Malaysia
itu lebih dikarenakan menghindari adanya control yang sangat berlebihan
dari Inggris apabila Negara bonekanya bersatu. Iu adalah bentuk
imperialism dan kolonialisme baru. Bersatunya wilayah jajahan Belanda
menjadi Indonesia tidak bisa disamakan dengan persatuan Malaysia itu
karena bersatunya Indonesia adalah dengan kuasa dan usaha rakyat
Indonesia sendiri, bukan sekedar penyatuan tanpa keinginan rakyat.
Soekarno mempersilahkan jika wilayah-wilayah Kalimantan Utara mendirikan
Negara sendiri. Hal itu paling idak ditunjukan Indonesia dengan
mempersilahkan rakyat Kalimantan Utara bereferendum menentukan nasibnya
sendiri. Yang amat disayangkan lainnya Federasi Malaysia juga diam-diam
saja waktu itu saat akan penggabungan Kalimantan Utara menjadi Negara
Malaysia, padahal secara sejarah politik, ekonomi dua wilayah itu sangat
berbeda.
Sekalipun praktis secara perang terbuka
sudah selesai namun ternyata bibit-bibit permusuhan itu masih ada sampai
sekarang. Dan sayangnya lagi-lagi dipicu oleh Malaysia. Kalau
dulu disebabkan imperialisme dan kolonialisme baru Inggris atas nama
Malaysia kepada wilayah Kalimantan Utara, sekarang dilakukan sendiri
oleh Malaysia tanpa bantuan Inggris dengan berbagai klaim budaya
Indonesia dan pelanggaran perbatasan dalam usaha ekspansi wilayah sampai
yang paling sering berupa tindakan represif structural terhadap TKI
yang bekerja di sana. Ketika perseteruan itu mencapai puncaknya
haruskah peperangan itu terjadi lagi? Padahal Indonesia dan Malaysia
adalah Negara serumpun, Negara bertetangga yang bahkan sampai kiamatpun
akan terus bertetangga.
0 komentar :
Post a Comment