Breaking News
Loading...
Tuesday, March 25, 2014

Pengaruh Budaya Jepang Terhadap Industri Hiburan di Indonesia




Teori-teori Barat tentang imperialisme budaya juga berlaku bagi dominasi Budaya Pop Jepang di Indonesia. Para remaja Indonesia tak sadar bahwa mereka terhegemoni oleh ideologi yang disebarkan melalui media massa dan menganggap bahwa Budaya Pop Jepang yang mereka gemari ini sebagai sesuatu yang memang bernilai dan berguna. Bahkan mereka memandang sebelah mata pada Budaya Pop Indonesia, karena mereka pikir Jepang lebih bagus dari Indonesia. 

Serbuan Budaya Pop Jepang ini bukan saja menuju pada para remaja di kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, yang selama ini dianggap sebagai pusat penyebaran Budaya Pop Jepang, tetapi juga ke kota-kota kecil, bahkan bisa dikatakan ke kota yang termasuk pelosok Indonesia. Hal ini tentu saja tak terlepas dari campur tangan pemerintah Jepang. Sebut saja Program Tokyo Beat yaitu acara tangga lagu populer Jepang berdurasi 30 menit, yang memang diproduksi oleh Pusat Kebudayaan Jepang.
Selain dominasi melalui media lagu yang disiarkan oleh stasiun radio, serbuan Budaya Pop Jepang pada khalayak remaja dan anak-anak juga datang dari media anime yang disebarkan melalui acara televisi, dan manga yang banyak tersebar di seluruh toko buku utamanya jaringan Gramedia, dan bahkan bisa ditemui di kios-kios koran dan majalah. Tercatat juga ada beberapa stasiun televisi yang banyak menyiarkan acara anime dengan durasi yang cukup lama dibandingkan program-program lokal dari Barat.
Selama hampir dua dekade ini tayangan hiburan untuk anak dan remaja yang semula berupa tayangan impor dari Barat (Hollywood), mulai berubah ke tayangan-tayangan dari Asia utamanya Jepang. Tokoh superhero dan tokoh idola anak dan remaja juga mulai berpindah dari Superman, Batman, Donal Bebek, dan Mickey Mouse, menjadi Sailormoon, Naruto, Crayon Shinchan, Ninja Hatori, dan juga Doraemon. Di bidang musik, idola para remaja pun juga ikut berubah dari band dan penyanyi Barat New Kids On The Block, Britney Spears, dan Westlife menjadi band dan penyanyi Jepang sepertiL’Arc~en~CielDir en GreyGazetteMoi dix Mois, Utada Hikaru, Yui, dan Ayumi Hamasaki.


Memang dari semua tayangan asal Asia yang paling berpengaruh adalah tayangan-tayangan dari Jepang, utamanya film animasi yang dikenal dengan nama anime. Belum lagi tayangandorama, film drama khas Jepang, baik yang ditayangkan oleh stasiun televisi maupun melalui teknologi VCD/DVD yang juga meramaikan panggung hiburan anak dan remaja di Indonesia. Serbuan tayangan dan hiburan asal Jepang ini juga dibarengi dengan serbuan komik Jepang yang dikenal dengan nama Manga
Di dalam industri buku, komik Jepang amat mendominasi. Berdasarkan data penerbitan bulan Desember 2010, dari daftar komik yang dicetak oleh m&c, unit Komik dan Majalah dari Gramedia Majalah, terdapat 475 judul komik Jepang atau sekitar 86.4% dari total komik yang diproduksi oleh perusahaan percetakan itu. Sementara komik Indonesia hanya 3 judul (0,5%), komik Amerika 23 judul (4,2%), komik Mandarin 14 judul (2,5%), dan komik Korea 35 judul (6,4%). Hal ini tentu saja belum termasuk ratusan judul komik Jepang lainnya yang diproduksi oleh PT Elex Media Komputindoyang juga memproduksi komik dan masih merupakan bagian dari kelompok Gramedia, dan merupakan saingan m&c dalam memproduksi komik.
Anime, abreviasi dari kata “animation”, dalam kamus bahasa Inggris dideskripsikan sebagai film animasi bergaya Jepang atau film animasi yang diproduksi oleh Jepang itu memang populer di Indonesia. Popularitasnya di Indonesia itu sebenarnya sudah dimulai pada awal dekade 1980-an ketika video betamax sedang menjamur. Penggemar anime yang lahir pada dekade 1960-an dan 1970-an mungkin masih sangat ingat anime bertajuk “Voltus Five”, “God Sigma” “Candy-Candy” dan “Ikkyu-san” yang begitu populer pada dekade 1980-an. Namun popularitasnya di Indonesia saat itu masih terbatas karena beredar dalam format video betamax, sedangkan pada waktu itu tidak semua orang bisa membeli perangkat pemutar video betamax.
Pada dekade 1990-an, anime dapat dikatakan benar-benar “booming” karena pada waktu itu stasiun televisi Indonesia mulai memutar beberapa serial anime populer sehingga dapat disaksikan siapapun yang memiliki televisi. Indosiar yang baru lahir pada pertengahan 1990-an juga tidak mau ketinggalan untuk menayangkan anime. Malah anime-anime yang ditayangkan Indosiar saat itu sangat meledak di Indonesia.
Pemirsa setia Indosiar pada dekade tersebut tentu saja masih ingat tayangan serial anime yang sangat populer, “Sailor Moon” dan “Born to Cook”. Dibandingkan dengan stasiun-stasiun televisi lain di Indonesia, mungkin dapat dikatakan hanya Indosiar yang masih setia dan konsisten menayangkan anime di layar kaca hingga kini. Sebut saja “Digimon”, “Inuyasha”, “Gundam Seed”, “Dragon Ball”, “Detective Conan”, “GTO”, “Naruto” dan masih banyak anime yang pernah dan sedang ditayangkan di Indosiar.




Popularitas anime pun makin menggila setelah VCD dan DVD anime bajakan begitu mudah didapatkan di seantero Indonesia, tidak hanya dijual di pusat-pusat perbelanjaan, bahkan mudah didapatkan melalui internet. Para otaku, sebutan untuk penggemar anime dan manga, di Indonesia pun memberikan andil atas populernya genre tersebut dengan membentuk berbagai komunitas baik di dunia nyata ataupun di internet seperti milis dan forum. Dalam artikel Michael O’Connell “A Brief History of Anime” dalam buku Otakun 1999 Program Book, bahwa anime sebagai film animasi telah berkembang di Jepang sejak awal abad ke-20, tetapi dalam bentuk yang sekarang, baru dimulai pada dekade 1960-an ketika Osamu Tezuka, pembuat komik yang juga bapak manga Jepang, tertarik pada animasi setelah terlibat sebagai konsultan untuk film animasi buatan Toei Alakazam the Great yang berdasarkan komiknya.
Sebelum dekade 1960-an, gaya film-film animasi Jepang masih dipengaruhi oleh animasi Barat terutama animasi produksi Walt Disney. Menurut O’Connell, Tezuka membawa gaya baru dalam pembuatan anime terutama pada desain karakter dan juga penggunaan ekspresi emosi yang kaya. Desain karakter Osamu Tezuka yang menyederhanakan karakter wajah, pembuatan mata yang besar dan penggunaan ekspresi emosi pada karakter anime dan manga itulah membawa pengaruh dahsyat pada industri anime Jepang setelah Perang Dunia II.
Karya Osamu Tezuko yang fenomenal tentu saja adalah Astro Boy. Anime Astro Boy itu diangkat dari komiknya bertajuk sama yang dibuat pada dekade 1950-an. Gaya anime yang berdasarkan teknik ciptaan Osamu Tezuko makin berkembang setelah genre anime tidak lagi terbatas untuk konsumen anak-anak, tapi juga melebar ke berbagai genre seperti yang dikenal sekarang antara lain genre fiksi ilmiah, drama percintaan, horor dan aksi laga yang lebih banyak ditujukan pada konsumen usia remaja dan dewasa.
Selain itu subgenre fiksi ilmiah yaitu anime mecha (robot) yang menampilkan robot-robot raksasa yang dipiloti manusia yang sebenarnya sudah ada sejak Shotaro Kaneda menciptakan Tetsujin 28 pada 1966 yang kemudian disusul dengan serial populer Voltus V. Namun pada tahun 1979 subgenre tersebut mendapat darah baru setelah mengalami interpretasi baru dengan pembuatan serial anime bertajuk Mobile Suit: Gundam yang disusul serialnya seperti Gundam X, Gundam Seed, Gundam Destiny dan banyak lain.
Begitu pula dengan genre-genre lainnya yang juga populer seperti genre drama percintaan Hana Yori Dango, genre horor Angel of Darkness dan sebagainya. Bicara tentang anime, juga tidak bisa dilepaskan dari manga. Di Jepang, pengertian anime sendiri tidak hanya mengacu pada animasi, namun juga mengacu pada manga. Terlebih lagi sebagian besar anime Jepang sering diangkat dari manga (komik Jepang), walau anime juga diangkat dari novel, game atau cerita rakyat Jepang. Selain itu, juga ada anime populer yang kemudian dibuatkan manga seperti serial Gundam.
Manga dalam bentuk modern telah dimulai sejak Perang Dunia dan juga memiliki akar sejarah yang sangat tua sejak awal kesenian Jepang, namun memiliki momentum sangat berarti setelah Osamu Tezuka menciptakan karya manga fenomenal Astro Boy pada tahun 1951. Tidak heran jika dalam perkembangannya teknik pembuatan manga sangat terpengaruh oleh gaya Osamu Tezuka karena juga memiliki karakteristik sama dengan anime seperti desain karakter wajah dan mata yang bulat besar.
Selain itu, teknik Tezuka dalam membuat manga dengan pendekatan sinematografi mampu menyajikan kisah yang menggugah emosi pembacanya dibandingkan dengan komik Barat yang cenderung datar dari sisi emosi. Dalam proses tersebut, Tezuka telah mengajari dan menginspirasi para artis pembuat manga bagaimana memvisualisasikan dan membuat komposisi sebuah kisah manga yang dinamis dan selalu bergerak. Proses itu juga terlihat dalam pembuatan anime yang berdasarkan gambar-gambar yang dibuat tangan, walau kini dalam perkembangannya banyak menggunakan teknologi grafis komputer.
Juga tidak boleh dilupakan jasa artis wanita Machiko Hasegawa yang menciptakan manga Sazae-san sejak tahun 1946. Kisah manga karya Machiko Hasegawa yang memfokuskan pada kehidupan wanita inilah menginspirasikan manga genre shojo (drama percintaan) untuk segmen pembaca gadis remaja. Tidak heran jika genre manga shojo untuk remaja wanita hingga kini pun sangat terlihat pengaruh gaya Machiko Hasegawa seperti desain karakter wajah baik pria maupun wanita yang begitu lembut dan cantik, bentuk mata yang sayu dan bulu mata yang panjang.
Seperti yang telah dikatakan di atas bahwa anime dan manga kini sangat populer di Indonesia sehingga mengalahkan komik dan animasi dari belahan dunia barat yang sempat berjaya seperti Tintin atau Superman dan Batman. Anda bisa melihat bagaimana banyaknya manga yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia di toko-toko buku Indonesia seperti manga Kungfu Boy, Detecive Conan dan sebagainya.
Begitupula penggemar manga juga ingin menyaksikan adaptasi manga dalam bentuk anime. Popularitas tersebut mau tidak mau pun membawa perubahan di Indonesia seperti munculnya komunitas penggemar manga dan anime. Selain itu, juga terlihat bagaimana penggemar anime dan manga di Indonesia mengekspresikan diri dalam cosplay yaitu berdandan dengan kostum yang berdasarkan karakter-karakter anime dan manga kesayangan mereka.



Di sisi lain populernya manga di Indonesia itu juga membawa pengaruh pada proses pembentukan komik karya Indonesia, karena secara tidak langsung banyak generasi komikus muda di Indonesia baik tanpa sadar maupun sadar, terpengaruh oleh gaya aliran Jepang (manga). Tidak heran jika bermunculan sekolah-sekolah dan kursus menggambar gaya manga di Indonesia untuk memenuhi keinginan orang-orang yang berminat menjadi ilustrator komik ala Jepang, baik yang dikelola secara profesional dan mahal hingga kursus yang berbiaya murah.

1 komentar :

Followers

Back To Top